Rabu, 05 Oktober 2011

JIKA PACARAN=KULIAH

Pongkykuygbaik, ijinkan saya menggalau sejenak di postingan ini yaa...


Jika pacaran itu diibaratkan sebagai kuliah, berarti sekarang kita sudah berada di semester kedua.
Di semester pertama beberapa waktu yang lalu, semua masih berjalan begitu mulus dan polos. Kita masih sibuk saling mengenal lebih jauh satu sama lain. Kita juga masih terlalu sibuk menjaga image masing-masing. Dan kita pikir, hari-hari yang kita jalani semuanya terasa indah karena kita selalu bersama.
Pongkykuygbaik pernah mengatakan suatu hal yang sangat konyol, dia takut saat-saat semester berganti. entah kenapa? saya pikir semester yang berganti tidak akan mempengaruhi perasaan saya padanya. haha.
Lihat, sekarang kita sudah memasuki semester kedua. tapi karena keistimewaan kita, baru semester kedua sudah diberi ujian magang. Ya, kita diberi ujian Long Distance Relationship selama enam bulan kedua. Seperti yang dia bilang, ujian ini diadakan untuk mengetahui seberapa besar dan tangguh cinta kita. Ouuwhh, gile bener bahasanya. Jika kita sukses melewatinya dengan nilai yang tinggi, insyaallah kedepannya kita berada di tingkat aman pertama.
Semoga saja kita dapat melewati ujian-ujian di semester berikutnya dengan baik dan lempeng ya, sayang.
Ya tuhan, jika pacaran itu benar-benar kuliah, aku relaaa jadi mahasiswa abadinya. hahaii.
Atau tiga pilihan lain, lulus tepat waktu (rumah tangga menanti), Drop Out (lo, gue, end.), atau pindah universitas (khianat). Kamu pilih yang mana?

Senin, 03 Oktober 2011

JOGJA : Selalu Ada Saat Yang Pertama Kali

Selalu ada saat yang pertama kali. Dan jogja adalah saat pertama kali kami bertraveling berdua. Iyah hanya berdua saja. Sebenarnya kami agak males juga untuk menceritakan traveling kami yang satu ini. Tetapi bagaimanapun juga dari traveling inilah awal mula ide kami untuk melakukan traveling-traveling selanjutnya berdua saja. Dan dari perjalanan ini pula kita mengetahui kesamaan diantara kita yang sangat mendukung untuk bertraveling. Seperti kami sama-sama menyukai hal-hal yang spontan, kami suka melewati jalan-jalan tikus, kami juga suka going nowhere kalo lagi stuck, suka nyanyi-nyanyi tidak jelas sepanjang jalan, dan kami selalu mencari buah Cherries kemanapun kami pergi.
Perjalanan ke jogja diawali dari spontanitas. Sebelum ke Kota Pelajar itu, kurang dari seminggu sebelumnya kami pergi ngebolang sendiri-sendiri. Cora naik ke Gunung Ciremai, dan saya mendaki Puncak Mahameru. Siang hari saat kami bertemu lagi di Semarang, terbersitlah keinginan untuk pergi berdua, dan jogja adalah destinasi prioritas kami saat itu. Sore harinya kami berangkat dari Semarang pake bus ekonomi. Yaaahh lagi lagi ekonomi. Setelah sampai di jogja kami mengontak teman-teman kami untuk menginap. Saya menginap kosan teman, demikian juga dia. Jadi ke kosan teman saya dulu sebelum saya mengantar Cora ke penginapan barunya dengan motor pinjaman. Jarak antar penginapan kami lumayan jauh. Sekitar lima belas menit dengan sepeda motor.
Pagi-pagi “bukan buta” kami langsung ke Sunmor. Sunmor atau kepanjangan dari Sunday Morning merupakan momen dan acara tempat nongkrongnya pemuda pemudi jogja yang terletak di Wilayah Kampus UGM. Karena kesiangan jadi suasananya sudah panas. Dan kami tidak betah lama-lama di tempat itu. Karena Sunday Morning telah berubah menjadi Sunday At Noon. Alias Sunmor menjadi Sunat. Tanpa arah dan tujuan yang jelas kami berkeliling jogja dengan motor pinjaman. Kamipun sempat singgah di Malioboro untuk makan siang dan susur mall. Karena motornya mau dipakai teman saya, maka dengan beban tidak ringan di hati kamipun mengembalikannya. Ahirnya sore hari kami melanjutkan acara traveling kami menggunakan transportasi umum. Untung ada Trans Jogja, sehingga pergi kemanapun di jogja jadi lebih gampang.
Sore itu masih di hari minggu kami berencana ke Parang Tritis. Pantai ini sebenarnya biasa-biasa saja, pasirnya tidak berkarakter, pantainya tidak terlalu panjang, dan landscapenyapun tidak begitu bagus. Satu-satunya alasan yang mempuat pantai ini begitu ngetop adalah karena Parang Tritis merupakan pantai yang terdekat dengan kota Jogja. Bis Trans Jogja hanya bisa mengantarkan kami sampai di Terminal Giwangan di selatan Jogja. Untuk mencapai Parang Tritis kami perlu menggunakan bis lagi. Karena saat itu senja sudah semakin petang, maka kamipun pikir-pikir untuk ke Parang Tritis. Padahal tujuan awal kami adalah ngeliat Sunset dari Parang Tritis. Sebelum kembali ke keramaian kota jogja, kami sempat makan malam di warung sekitar terminal. Karena dompet tipis, kami makan seragam yaitu nasi rames. Dan ternyata nasi rames yang dihidangkan oleh pedagang begitu lengkap, pake ayam goreng dan rendang segala. Jadi batal deh mau berheman. Haaaahhh
Malam hari kami kembali ke Malioboro. Kami jalan jalan, dari utara ke selatan, mondar-mandir, bolak-balik, kesana-kemari, dan ujungnya ya disitu-situ aja. Tapi perjalanan ini tidak terasa membosankan. Yaah apalagi alasannya kalau bukan karena bidadari cantik yang setia menemani saya. Setelah kami mulai lelah dan malam telah larut, kami bingung mau menginap dimana. Kalau mengontak teman saya sih masih mungkin karena kosan cowok, tetapi Cora menginap di mana?. Daripada beribut masalah penginapan mending kita foto-foto di depan Jam Gede di daerah Malioboro yang saat itu menunjukan jam setengah dua dini hari. Kami pikir foto itu akan menjadi kenang-kenangan yang bagus di kemudian hari. Ahirnya masalah penginapan kembali menghantui kami. Saya menyarankan untuk mencari penginapam yang murah untuk dua kamar, atau satu kamar biar nanti saya tidur di bawah. Tetapi Cora menyarankan tidur di Warnet, biar lebih ekonomis katanya. Ahirnya kami sepakat Akan beristirahat di Warnet. Karena Malioboro adalah daerah wisata, maka teramat sulit untuk menemukan warnet di sekitar sini. Setelah tanya-tanya tentang keberadaan si warnet, kamipun mendapatkan petunjuk dari seorang tukang becak tentang keberadaan warnet di sekitar Malioboro. Si tukang becak itu menawarkan jasanya mengantar kami ke warnet dengan harga sepuluh ribu rupiah. Karena sudah pengen tidur kami langsung mengiyakan penawaran si tukang becak. Tetapi ternyata warnet yang di maksud oleh si Tukang Becak ternyata sudah tutup. Yaahh alhasil kamipun muter-muter nyari tu warnet. Rasanya tidak tega juga melihat si tukang becaj yang sudah tidak muda lagi mengayuh becak tengah malam begitu. Setelah berkeliling dengan becak selama kurang lebih setengah jam, ahirnya kamipun menemukan warnet. Kamipun langsung membayarkan hak si Tukang Becak dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu Rp 10.000. Kami melihat ekpresi sangat kecewa di wajah pengayuh becak itu. Tetapi dia tidak protes, melainkan langsung pergi dengan muka lusuhnya. Saat itu kami sadar betapa jahatnya kami, betapa jahatnya PONCOL!.
Kali ini beneran pagi-pagi buta kami keluar dari warnet dan mencari bis untuk ke Parang Tritis. Dari halte bus Malioboro, kami menggunakan bus untuk mencapai misi kami yang kemaren sore tertunda. Yap benar sekali Parang Tritis. Perjalanan kami ke Parang Tritis berlangsung kurang mulus. Karena di malam sebelumnya kami kurang tidur, maka di dalam bis kami tidur. Saat terbangun kami sadar kalau orang-orang di bus sudah berbeda jenis. Dan itu nberlangsung berkali-kali. Kami sudah tidak memperhatikan lagi bentuk kami yang sudh buruk rupa, dan tatapan anak SMA yang seakan menelanjangi kami. Bodoooo. Kami ngantuk!. Ternyata kami sudah lebih dari 3 jam berada dalam bus yang sama. Entah sudah berapa puluh halte kami berhenti, dan sudah berapa kali kami putar-putar jogja dengan bus yang sama. Ahirnya di siang bolong kami sampai juga di Parang Tritis. Perjuangan kami ternyata cukup sia-sia, selain pemandangan yang kurang bagus karena memang sudah siang, Panasnya matahari di pantai selatan Jawa inipun membuat kami kegerahan. Kalo bukan sama Cora, saya ogah deh siang-siang gitu jalan di Parang Tritis.
Buat kami jogja itu tetap indah. Tetap salah satu kota paling berkarakter di Indonesia. Mungkin suatu saat kami akan kembali lagi kesana dengan cerita dan perjalanan yang berbeda. Its About The Journey And The Destination. Go Go Travelmates.....!!!